
Kapal induk modern bisa berlayar pada kecepatan 30-40 knots, artinya kecepatan angin yang bertiup diatas geladak kapal hampir sama dengan kecepatan pesawat baling-baling F-4B yang melaju dengan kecepatan 50 knots. Jadi, untuk tinggal landas, pilot tinggal memacu pesawatnya menentang arah angin sehingga roda pesawat cepat terangkat.
Masalah jadi berubah ketika para ahli perang berniat mengusung jet tempur ke atas geladak. Jet tempur memiliki karakteristik yang berbeda. Umumnya jet tempur membutuhkan kecepatan yang sangat tinggi, diatas 150 knot. Dengan segala kemampuannya, sulit bagi jet tempur untuk mencapai kecepatan tinggal landasnya itu dalam jarak tidak lebih dari 100 meter. Untuk itu dibutuhkan sebuah alat yang berfungsi untuk mempercepat akselerasi pesawat. Alat ini dikenal sebagai ketapel.
Sebetulnya system ketapel sudah dikembangkan sejak perang dunia. Ketika itu telah pula diterapkan pada pesawat berbaling-baling. Hanya saja ketika itu teknologinya masih sangat sederhana.pada masa awal perkembangannya, ketapel ketapel kapal induk diuji dengan dart, torpedo bomber yang ngetop pada tahun 1952.
Pada perkembangannya, system ketapel model rel ini dinilai kurang efisien karena untuk menerbangkan sebuah pesawat saja memerlukan waktu yang lama. Akibatnya berkembang ketapel model baru yang antara lain dikembangkan oleh AL AS. Sistem baru ini menempatkan alat pelontar diatas geladak. Dan system ini berkembang menjadi ketapel bertenaga hidrolik.